Selasa, 03 April 2012

Sukuk Al-Intifa’

Sukuk Al-Intifa’

sukuk 100419155944 Sukuk Al Intifa’Indonesia adalah negara yang memiliki potensi sumber daya ekonomi yang sangat luar biasa, yang jika dapat dimanfaatkan secara optimal, akan memiliki implikasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu potensi tersebut adalah aset wakaf. Menurut catatan Kementerian Agama, luas tanah wakaf di Indonesia mencapai 1.400 km2, atau setara dengan dua kali luas Singapura. Nilai aset ini diperkirakan mencapai angka Rp 590 triliun. Namun sangat disayangkan, mayoritas tanah wakaf ini adalah iddle asset.

Hal tersebut sangat kontras bila dibandingkan dengan Singapura, di mana Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS), mampu memberdayakan sejumlah aset wakafnya sehingga memberikan keuntungan ekonomis. Sebagai contoh, pada 2001 lalu, MUIS mampu memanfaatkan salah satu tanah wakafnya untuk membangun gedung perkantoran enam lantai untuk disewakan, sehingga asetnya bisa meningkat empat kali lipat, dari 25 juta dolar Singapura menjadi 100 juta dolar Singapura dalam waktu lima tahun.
Pertanyaannya, mengapa hingga saat ini masih sangat sedikit aset wakaf di Tanah Air yang mampu diproduktifkan, sehingga bisa memberikan nilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat? Di antarajawabannya adalah karena masih minimnya sumber dana investasi yang diperlukan untuk memberdayakan aset-aset tersebut. Sementara di sisi lain, kita melihat pertumbuhan pasar keuangan syariah yang sangat pesat. Banyak inovasi produk keuangan yang muncul, yang salah satu diantaranya adalah sukuk.
Saat ini, sukuk telah menjadi instrumen investasi yang diharapkan dapat berperan dalam menumbuhkan perekonomian nasional. Dari sudut pAndang negara, sukuk telah dijadikan sebagai salah satu sumber pendanaan untuk menutup defisit APBN, meski nilainya masih belum terlalu besar. Hingga 31 Agustus 2010, pemerintah telah menerbitkan sovereign sukuk dengan total volume senilai Rp 41,92 trilyun. Ke depan, peran sukuk ini diperkirakan akan semakin signifikan, apalagi pada 2011 ini pemerintah telah merencanakan untuk menerbitkan sejumlah seri sukuk ritel.
Integrasi wakaf dan sukuk
Dengan kondisi di atas, maka tantangan bagi kita adalah bagaimana membangun sinergi dan connectivity antarsektor dalam ekonomi syariah, termasuk antara sektor wakaf dengan pasar modal syariah. Terkait dengan hal ini, ada baiknya kita melihat contoh model integrasiwakaf dengan sukuk dalam sebuah skema yang disebut dengan sukuk al-intifa, sebagaimana yang telah dikembangkan Arab Saudi dalam pembangunan Zam Zam Tower di Makkah.
Secara sederhana, mekanisme sukuk al intifa ini berbasis akad ijarah. Nadzir (pengelola wakaf) menyewakan tanah wakaf yang dikelolanya kepada pihak developer yang tertarik, misalkan perusahaan A. Biaya sewa yang disepakati, yang harus dibayarkan oleh A, adalah dalam bentuk gedung, dan bukan dalam bentuk uang tunai. Katakan masa kontraknya adalah 25 tahun. Maka setelah 25 tahun, A berkewajiban memberikan gedung kepada nadzir sebagai biaya sewa atas tanah wakaf yang dikelolanya. Jadi, sistem pembayarannya tidak dilakukan setiap bulan atau setiap tahun, melainkan secara penuh (lump sum) setelah berakhir masa sewa.
Kemudian, A segera membangun gedung yang diperlukannya. Tentu saja sebagai sebuah perusahaan, A ingin mendapat laba yang sesuai dengan investasi yang dilakukan. Untuk itu, A menyewakan gedung tersebut kepada perusahaan lain yang tertarik, misalkan perusahaan real estate B selama 20 tahun, dengan perjanjian bahwa biaya sewa akan dibayar B setiap tahun (atau setiap bulan).
Mengingat besarnya dana awal yang dibutuhkan, B kemudian menerbitkan sukuk ijarah di lantai bursa.
Dengan penerbitan sukuk ini, B memili ki modal yang cukup untuk mulai beroperasi dan membayar kewajiban biaya sewa kepada A setiap tahunnya. Sukuk yang diterbitkan B inilah yang disebut sebagai sukuk al-intifa. Dikatakan al-intifa (mengambil manfaat) karena sukuk tersebut (yang diterbitkan B) pada dasarnya bukanlah sukuk yang berbasis tanah, melainkan gedung.
Dalam konteks ini, gedung yang ada sesungguhnya merupakan biaya yang harus dibayarkan A kepada nadzir, karena A telah memanfaatkan tanah wakaf yang dikelolanya. Sehingga, ketika B menerbitkan sukuk, pada dasarnya yang dijadikan sebagai underlying asset-nya adalah dalam bentuk “manfaat”. Jadi B mengambil manfaat dari apa yang dibayarkan A kepada nadzir.
Pada konteks Indonesia, mekanisme sukuk al-intia ini bisa dimanfaatkan untuk banyak hal, seperti pembangunan pasar, rumah sakit, gedung perkantoran. Kita pun bisa mencari terobosan produk baru yang lebih sesuai untuk diterapkan. Harapannya, dampak terhadap masyarakat dapat dirasakan secara luas.
Dr Irfan Syauqi Beik, Ketua Tim Prodi Ekonomi Syariah FEM IPB
Sumber : EkonomiIslami.WordPress.com

Senin, 02 April 2012

FIQIH MUAMALAH

Secara definisi fiqih ialah ilmu yang menerangkan hukum-hukum syari’at Islam yang diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. Adapun pembagian fiqih antara lain : fiqih ibadat, fiqih (muamalat), dan fiqih munakahat. Untuk lebih luasnya lagi fiqih dibagi atas delapan macam pembahasan yakni :

1. Thoharoh : Membahas tentang cara bersesuci baik dari najis maupun dari hadats.
2. Ibadah : Membahas tata cara beribadah seperti sholat, puasa, zakat, dan haji
3. Muamalat : Membahas tentang hubungan manusia dengan manusia dalam memperoleh harta benda / aturan Islam tentang bentuk-bentuk transaksi dan kegiatan ekonomi
4. Munakahat : Membahas tentang pernikahan, perceraian / kehidupan rumah tangga.
5. Jinayat : Membahas tentang perbuatan yang dilarang oleh syara’ seperti mencuri, merampok, zina.
6. Faraidh : Membahas tentang peninggalan mayit atau warisan dan tata cara pembagiaannya kepada yang berhak
7. Siyasah : Membahas hal-hal yang berkaitan tentang politik, kepemimpinan, peradilan, dll.

Namun untuk pembahasan ini kita akan fokus kepada fiqih muamalat, dimana pengertian dari fiqih muamalah adalah pengetahuan tentang kegiatan atau transaksi yang berdasarkan hukum-hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-dalil islam secara rinci.

Sedangkan ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hokum-hukum fiqih terdiri dari hokum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

Sumber hukum fiqih muamalah adalah Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (kesepakatan seluruh ulama-ulama mujtahid pada suatu masa tentang sebuah hukum), dan Qiyas (menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada di dalam Al-Qur’an dan hadits dengan hukum sesuatu yang di atur dalam Al-Qur’an dan hadits karena adanya persamaan kedua hal tersebut).

Prinsip Hukum Muamalah

a. pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah .
b. Mumalalah dilakukan atas dasar sukarela, tanpa mengnadung unsure-unsur paksaan.
c. muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindari mudharat dalam hidup bermasyarakat.
d. mumamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai-nilai keadilan, menghindari unsur-unsur penganiayaan dalam pengambilan kesempatan.

Harta dalam Fiqih Muamalah

1. Pengertian harta menurut syariat : segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki, dukuasai, dimanfaatkan yang menurut syariat yang berupa (benda dan manfaatnya).

2. Pengertian harta menurut ulama : sesuatu yang berwujud dan dapat dipegang dalam penggunaan dan manfaat pada waktu yang diperlukan.

3. Kedudukan harta :
– Harta merupakan perhiasan hidup,
– Harta sebagai amanah selain sebagai perhiasan
- Selain sebagai amanah harta juga berkedudukan sebagai musuh

4. pembagian harta dibagi atas dua yakni : Materi(berwujud); tanah, emas dan non-materi (tak berwujud).

5. Adapun pembagian harta dari segi benda :
a. harta bernilai dan harta tak bernilai
b. harta bergerak dan harta tidak bergerak
c. harta ada pemilikinya dan tidak ada tuannya
d. harta milik umum dan harta milik pribadi
e. harta bercontoh dan harta tak bercontoh
f. benda habis pakai dan benda tak habis pakai
g. harta pokok dan harta hasil
h. harta dapat dibagi dan tidak dapat dibagi

5. Fungsi harta :
a. Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas.
b. Untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.
c. Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode lainnya.
d. untuk menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat.
e. Untuk mengmbangkan dan menegakkan ilmu-ilmu.
f. Untuk menumbuhkan silahturrahmi, karena danya perbedaan dan keperluan.

Hak Kepemilikan

Pengertian hak milik adalah kewenangan atas sesuatu atau keistimewaan untuk menggunakannya atau memanfaatkannya sesuai dengan keinginan, dan membuat orang lain tidak berhak atas hal tersebut kecuali dengan alasan syariah. Pembagian hak milik dapat dibagi atas dasar berikut, antara lain :
a. hak milik pribadi,
b. Hak milik umum,
c. Hak milik negara

Sebab-sebab kepemilikan :

a. Bekerja.
b. Warisan.
c. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup.
d. Harta pemberian negara yang diberikan kepada rakyat.
e. Harta yang diperoleh oleh seseorang dengan tanpa mengelurkan harta atau tenaga apapun.

Akad dan Jual Beli

Asal-usul akad ;
a. Bekerjasama dalam kegiatan usaha, b. Bekerjsama dalam perdagangan, c. Kerjasama dalam penyewaan asset

b. Pengertian akad :
akad adalah kontak, akad; untuk mengungkapkan isi hati kita. Jadi akad adalah tindakan yang berupa ucapan/ perkataan terjadi diantara dua pihak atau yang mewakilinya.

c. Rukun-rukun akad ;
a. Ijab;’ perkataan yang timbul dari salah satu orang yang berakad , qabul; penerimaan dari ijab.
b. Objek akad.
c. Orang yang berakad

d. Syarat akad :

a. Objek akad harus dihalalkan oleh syariah.
b. Harus berwujud atau ada.
c. Harus diketahui/ harus jelas spesifikasinya
d. Harus bisa diserahkan

Larangan Riba dalam Jual - Beli

Pengertian riba ; tambahan tertentu yang disyaratkan oleh sepihak. Adapun sebab-sebab haramnya riba, antara lain :
a. Karena riba mengandung unsur eksploitasi atau pemerasan dari orang kaya kepada orang miskin.
b. Menghilangkan nilai tolong-menolong dan keagamaan dalam hidup bermuamalah.
c. Memberi jalan pemupukan jiwa matrealistis dalam kehidupan bermasyarakat.
d. Riba menjadikan pelakunya kesetanan, tidak dapat membedakan yang baik dan buruk, e. Riba mempunyai watak menjauhkan persaudaraan bahkan menuju permusuhan.
f. Riba memungkinkan seseorang memaksakan pemilikian harta dari orang lain tanpa ada imbalan.
g. Riba menghalangi pemodal ikut serta berusaha mencari rezeki, karen aia dengan mudah membiayai hidupnya.

Macam-macam riba :
a. Riba qadrh ; suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang.
b. Riba jahiliyyah ; hutang dibayar lebih dari pokonya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan.
c. Riba fadhl ; penukaran antarbarang yang tiak sesuai kadar ukurannya.
d. Riba Nasi;ah :penangguhan penyerahan atau penerimaan barang ribawai dengan jenis barang ribawi lainnya.

Alasan melakukan riba :
a. Memakan riba merupakan salah satu perbuatan yang dapat menghantarkan kepada kebinasaan.
b. Doa seorang pemakan riba tidak akan dikabulkan.

Dampak negatif riba :
a. Riba memberikan dampak negatif terhdap akhlak dan jiwa pelakunya.
b. Riba merupkan akhlaq dan perbuatan musuh Allah SWT.
c. Riba merupakan akhlaq kaum jahiliyyah.
d. Pelaku riba akan dibangkitkan pada saat kiamat seperti orang gila.
e. Memakan riba menunjukkan kelemahan dan lenyapnya takwa dalam diri pelakunya.

Sifat Sistem Ekonomi Islam

Pembahasan tentang tujuan-tujuan sistem ekonomi Islam di atas menunjukkan bahwa kesejahteraan material yang berdasarkan nilai-nilai spiritual yang kokoh merupakan dasar yang sangat perlu dari filsafat ekonomi Islam.
Karena dasar sistem Islam sendiri berbeda dari sosialisme dan kapitalisme, yang keduanya terikat pada keduniaan dan tak berorientasi pada nilai-nilai spiritual, maka suprastrukturnya juga mesti berbeda. Usaha apapun untuk memperlihatkan persamaan Islam dengan kapitalisme atau sosialisme hanyalah akan memperlihatkan kekurang-pengertian tentang ciri-ciri dasar dari ketiga sistem tersebut.

Disamping itu, sistem Islam betul-betul diabdikan kepada persaudaraan umat manusia yang disertai keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan yang adil, dan kepada kemerdekaan individu dalam konteks kesejahteraan sosial.
Dan perlu dinyatakan disini, bahwa pengabdian ini berorientasi spiritual dan terjalin erat dengan keseluruhan jalinan nilai-nilai ekonomi dan sosialnya. Berlawanan dengan ini, orientasi kapitalisme modern pada keadilan ekonomi dan sosial dan distribusi pendapatan yang adil hanyalah bersifat parsial saja, dan merupakan akibat desakan-desakan kelompok masyarakat, bukannya merupakan dorongan dari tujuan spiritual untuk menciptakan persaudaraan umat manusia, dan tidak merupakan bagian integral dari keseluruhan filsafatnya.
Sedang orientasi sosialisme, walaupun dinyatakan sebagai hasil dari filsafat dasarnya, tidaklah benar-benar berarti, karena tiadanya pengabdian kepada cita persaudaraan umat manusia dan kriteria keadilan dan persamaan yang adil berdasarkan spiritual di satu pihak, dan di pihak lain karena hilangnya kehormatan dan identitas individu yang disebabkan karena tidak diakuinya kemerdekaan individu, yang merupakan kebutuhan dasar manusia.
Komitmen Islam terhadap kemerdekaan individu dengan jelas membedakannya dari sosialisme atau sistem apapun yang menghapuskan kebebasan individu. Saling rela tak terpaksa antara penjual dan pembeli, menurut semua ahli hukum Islam, adalah merupakan syarat sahnya transaksi dagang. Persaratan ini bersumber dari ayat Al-Qur’an: “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu memakan harta salah seorang diantaramu dengan jalan yang tidak benar; dapatkanlah harta dengan melalui jual beli dan saling merelakan” (QS. 4:29).
Satu-satunya sistem yang sesuai dengan semangat kebebasan dalam way of life Islam ini adalah sistem dimana pelaksanaan sebagian besar proses produksi dan distribusi barang-barang serta jasa diserahkan kepada individu-individu atau kelompok-kelompok yang dibentuk dengan sukarela, dan dimana setiap orang diijinkan untuk menjual kepada, dan membeli dari siapapun yang dikehendakinya dengan harga yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Kebebasan berusaha, berlawanan dengan sosialisme, memberikan kemungkinan untuk hal itu dan diakui oleh Islam bersama-sama dengan unsur-unsur yang mendampinginya, yaitu pelembagaan hak milik pribadi.
Al-Qur’an, As-Sunnah, dan literatur fiqh penuh dengan pembahasan yang terperinci tentang norma-norma yang menyangkut pencarian dan pembelanjaan harta benda pribadi dan perdagangan, dan jual beli barang-barang dagangan, disamping pelembagaan zakat dan warisan.
Yang pasti tidak akan dibahas dengan demikian terperinci seandainya pelembagaan hak milik pribadi atas sebagian besar sumber-sumber daya yang produktif tidak diakui oleh Islam. Karena itu, peniadaan hak milik pribadi ini tidak dapat dipandang sesuai dengan ajaran Islam.
Mekanisme pasar juga dapat dipandang sebagai bagian integral dari sistem ekonomi Islam, karena di satu pihak pelembagaan hak milik pribadi tidak akan dapat berfungsi tanpa pasar.
Dan dilain pihak, pasar memberikan kesempatan kepada para konsumen untuk mengungkapkan keinginannya terhadap produk barang atau jasa yang mereka senangi diiringi kesediaan mereka untuk membayar harganya, dan juga memberikan kepada para pemilik sumber daya (produsen) kesempatan untuk menjual produk barang atau jasanya sesuai dengan keinginan bebas mereka.
Motif mencari keuntungan, yang mendasari keberhasilan pelaksanaan sistem yang dijiwai kebebasan berusaha, juga diakui oleh Islam. Hal ini dikarenakan keuntungan memberikan insentif yang perlu bagi efisiensi pemakaian sumberdaya yang telah dianugerahkan Allah kepada umat manusia.
Efisiensi dalam alokasi sumber daya ini merupakan unsur yang perlu dalam kehidupan masyarakat yang sehat dan dinamis. Tetapi karena adalah mungkin untuk menjadikan keuntungan sebagai tujuan utama, dan dengan demikian membawa kepada berbagai penyakit ekonomi dan sosial, maka Islam menempatkan pembatasan-pembatasan moral tertentu atas motif mencari keuntungan, sehingga motif tersebut menunjang kepentingan individu dalam konteks sosial dan tidak melanggar tujuan-tujuan Islam dalam keadilan ekonomi dan sosial serta distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil.
Pengakuan Islam atas kebebasan berusaha bersama dengan pelembagaan hak milik pribadi dan motif mencari keuntungan, tidaklah menjadikan sistem Islam mirip dengan kapitalisme yang berdasarkan kebebasan berusaha. Perbedaan antara kedua hal itu perlu difahami dikarenakan oleh dua alasan penting:
Pertama, dalam sistem Islam, walaupun pemilikan harta benda secara pribadi diizinkan, namun ia harus dipandang sebagai amanat dari Allah, karena segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi sebenarnya adalah milik Allah, dan manusia sebagai wakil (khalifah) Allah hanya mempunyai hak untuk memilikinya dengan status amanat. Qur’an berkata:
“Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan dibumi” (QS. 2:84).
“Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi dan apa yang ada di dalamnya, kalau kamu semua tahu? Pasti mereka akan menjawab: Milik Allah. Katakanlah: Kalau demikian, maukah kamu semua berfikir?” (QS. 23:84-85).
“Dan berilah (bantulah) mereka dari kekayaan Allah yang telah diberikan Allah kepadamu” (QS. 24:33).
Kedua, karena manusia adalah wakil Allah di bumi, dan harta benda yang dimilikinya adalah amanat dari-Nya, maka manusia terikat oleh syarat-syarat amanat, atau lebih khusus lagi, oleh nilai-nilai moral Islam, terutama nilai-nilai halal dan haram, persaudaraan, keadilan sosial dan ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan yang adil, dan menunjang kesejahteraan masyarakat umum.
Harta benda haruslah dicari dengan cara-cara yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, dan harus dipergunakan untuk tujuan-tujuan yang menjadi tujuan penciptaannya.
asulullah saw bersabda:
“Harta benda memang hijau dan manis (mempesona); barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang halal, maka harta itu akan menjadi pembantunya yang sangat baik, sedangkan barangsiapa yang mencarinya dengan cara yang tidak benar, maka ia akan seperti seseorang yang makan tapi tak pernah kenyang” (HR. Muslim, dalam Shahih-nya, 2:728). Wallahu a’lam bish-shawab.

Persamaan, Perbedaan Rahn dan Gadai

Persamaan, Perbedaan Rahn dan Gadai

pegadaian 100823111329 Persamaan, Perbedaan Rahn dan GadaiGadai tanah, sebagaimana yang berlaku dalam hukum adat di Indonesia, tidak ditemukan pembahasannya secara khusus dalam fiqh. Pada satu sisi gadai tanah mirip dengan jual beli. Dalam hal ini hukum adat menyebutnya sebagai jual gadai. Pada sisi lain mirip dengan rahn. Kemiripannya dengan jual beli karena berpindahnya hak menguasai harta yang digadaikan itu sepenuhya kepada pemegang gadai, termasuk memanfaatkan dan mengambil keuntungan dari benda tersebut, walaupun dalam waktu yang ditentukan.
Sedangkan kemiripannya dengan rahn adalah karena adanya hak menebus bagi penggadai atas harta yang digadaikan itu. secara rinci persamaan dan perbedaannya diuraikan sebagai berikut:
Persamaan Gadai dan Rahn:

Hak gadai berlaku atas pinjaman uang.
b. Adanya agunan sebagai jaminan barang.
c. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.
d. Biaya barang yang digadaikan ditangung oleh pemberi gadai.
e. Apabila batas waktu pinjaman telah habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
Perbedaan Rahn dan Gadai:
a. Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong-menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping tolong-menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal yang ditetapkan.
b. Dalam hukum perdata, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak, sedangkan dalam hukum Islam, rahn berlaku pada seluruh harta, baik harta yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
c. Dalam rahn, menurut hukum Islam tidak ada istilah bunga utang, yang ada hanyalah sewa tempat.
d. Gadai menurut hukum perdata, dilaksanakan melalui suatu lembaga, yang di Indonesia di sebut Perum pegadaian; Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.
Menurut mazhab Hanafi penerima rahn boleh memanfaatkan barang yang menjadi jaminan utang atas izin pemiliknya, karena pemilik barang itu boleh mengizinkan kepada siapa yang dikehendakinya untuk menggunakan hak miliknya, termasuk untuk mengambil manfaat barangnya. Hal itu menurut mereka bukan riba, karena pemanfaatan barang itu diperoloeh melalui izin.

Perkembangan Akuntansi Bank Syariah

Perkembangan Akuntansi Bank Syariah

Akuntansi Syariah Perkembangan Akuntansi Bank Syariah
Zona Ekonomi Islam–Akuntansi secara umum mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyajikan informasi khususnya yang bersifat keuangan dalam kaitannya dengan kegiatan sosial ekonomi dalam suatu komunitas masyarakat tertentu.Sebagaimana yang berlaku sekarang bahwa aturan main atau standar yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan – yang disebut sebagai Generally Accepted Accounting Principles – tidak bisa terlepas dari cara pandang masyarakat ( dimana kegiatan ekonomi itu diselenggarakan ) terhadap nilai-nilai kehidupan sosialnya. Ini terbukti dari tidak mudahnya melakukan harmonisasi standar akuntansi secara internasional meskipun upaya kearah sana selalu diusahakan dengan adanya International Accounting Standard, dimana PSAK kita sebagaian juga menggunakan IAS sebagai acuan atau referensi.

Implikasi dari hal tersebut diatas menyebabkan adanya upaya yang keras dari para cendekiawan muslim khususnya dibidang ekonomi dan akuntansi untuk merumuskan sistim ekonomi dan akuntansi yang sesuai dengan tuntunan Syariah Islam.
Kewajiban setiap pribadi muslim untuk menyelenggarakan pencatatan harta kekayaannya serta hutang dan kewajibannya nyata-nyata termuat dalam Al-Quran dengan berbagai dimensinya ,hal mana mencerminkan tertib administrasi merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim sehingga memungkinkan seorang muslim dengan mudah dapat menunaikan kewajiban-kewajibannya seperti zakat , penyelesaian hutang piutang , perhitungan harta waris dsb.
Oleh sebab itu standarisasi akuntansi keuangan yang berbasis pada Syariah Islam menjadi obsesi yang realistic bagi komunitas cendekiawan dan praktisi bisnis muslim diseluruh dunia meskipun umat islam tidak pada posisi yang kuat dan berpengaruh secara significant dalam kehidupan sosial ekonomi dan politik untuk ukuran global yang bahkan akhir-akhir ini sedang menghadapi ujian yang sangat berat.
Perkembangan keinginan untuk merealisasikan identitas bisnis yang islami baru berhasil diwujudkan dalam bentuk munculnya perbankan yang berbasis pada tuntunan syariah sedangkan entitas bisnis lainnya seperti industri manufaktur ,perdagangan dan jasa lainnya belum secara spesifik dinyatakan sebagai entitas bisnis islam dengan segala konsekwensinya.
Munculnya perbankan syariah telah mendorong secara cepat adanya kebutuhan untuk menstandarisasi sistim operasionalnya yang akan terrefleksi dalam sistim akuntansi yang digunakan sebagi basis dalam sistim pelaporan untuk memenuhi berbagai kelompok kepentingan yang membutuhkan informasi tsb. guna mengukur akuntabilitas dan efektifitas pengelolaan sumber ekonomi yang diamanahkan pada entitas tsb.
Kebutuhan tsb difasilitasi dengan adanya organisasi akuntansi dan audit untuk lembaga keuangan islam (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution) yang berpusat di Manama , Bahrain dan beranggotakan hampir seluruh lembaga keuangan islam,lembaga profesi akuntansi dan central bank dari negara-negara yang mengizinkan beroperasinya lembaga keuangan islam.Lembaga tsb. telah menerbitkan standar akuntansi bagi lembaga keuangan islam /bank yang tentunya sangat diharapkan dapat diadopsi oleh organisasi profesi akuntansi dan bank sentral negara-negara penyelenggara bank islam.
Pendekatan dalam penyusunan standar akuntansi tsb.menggunakan International Accounting Standard sebagai basis utama dalam pengkajian kebutuhan standar yang sesuai dengan operasi bank syariah sehingga secara praktis akan menerima IAS sepanjang tidak bertentangan dengan syariah dan otomatis akan menolak bila tidak sejalan dengan tuntunan syariah dengan konsekwensi menciptakan suatu standar baru sesuai dengan syariah.
Perbedaan filosofis yang cukup mendasar antara bank konvensional dengan bank syariah mempunyai implikasi terhadap standar penyajian laporan keuangan bank syariah mengingat fungsi bank syariah mencakup fungsi pengelola investasi , investor, penyedia jasa lalu lintas keuangan dan pengelola zakat dan dana sosial.
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah digunakannya konsep bagi hasil sehingga dalam bank syariah tidak mengenal cost of fund atau biaya dana sebagai pengurang atas pendapatan bunga untuk menghasilkan spread / margin sebelum dikurangi dengan beban operasi. Itulah mengapa dalam bank syariah tidak mengenal negatif spread karena bagi hasil pada investor atau deposan betul-betul berdasar nisbah bagi hasil yang disepakati sebelumnya dari hasil pengelolaan investasi dan bisnis bank semata-mata atas dana yang dipercayakan oleh pemilik dana atau deposan pada bank.
Hubungan antara nasabah pemilik dana dengan bank adalah hubungan investor dengan pengelola investasi sehingga dana tsb dalam standar akuntansi bank syariah harus dicatat sebagai rekening investasi (investment account) dan bukan sebagai kewajiban atau liabilities. Sedangkan dana yang hanya dititipkan bukan atas dasar akad mudharabah tetapi atas dasar akad wadiah akan dicatat sebagai kewajiban atau liabilities meskipun atas dana tsb bank mempunyai hak untuk menginvestasikan dan mendapatkan hasil bagi keuntungan bank sendiri tanpa ada kewajiban memberikan bagi hasil. Namun demikian bank boleh memberikan imbalan bagi pemilik dana wadiah sesuai dengan kebijakan bank bahkan yang lazim bank berhak memungut beban pengelolaan dana tsb (beban administratip).
Disisi lain hubungan bank dengan penerima dana adalah hubungan kemitraan usaha dan atau hubungan hutang piutang karena adanya transaksi jual beli (murabahah ) yang belum terselesaikan atau bayar tangguh.
Dalam pandangan syariah tidak relevan memisahkan secara tegas lembaga keuangan bank dan non bank bahkan dengan non lembaga keuangan sekalipun sehingga adalah hal yang mungkin terjadi bila sebuah lembaga keuangan islam melakukan aktivitas investasi pada real estat misalnya seperti layaknya developer atau pengembang atau melakukan jual beli tunai dan atau leasing baik yang diakhiri dengan pemindahan hak atau tidak.
Secara garis besar tampilan laporan keuangan bank syariah pada sisi aktiva dicirikan dengan adanya akun pembiayaan (financing)baik yang berbentuk tagihan atas transaksi jual-beli atau berbentuk posisi partisipasi bank dalam akad mudharabah atau musyarakah juga adanya aktiva produktif lain dalam bentuk assets yang disewakan atau bahkan bisa saja terdapat inventory tergantung dari aktivitas bank syariah tsb. Pada sisi pasiva dicirikan adanya dana wadiah dalam bentuk current account dan dibeberapa negara tertentu juga termasuk saving account serta adanya unrestricted investment account berupa deposit account dengan akad mudharabah sehingga tidak dikategorikan sebagai liabilities dalam pengertian wajib dikembalikan dalam kondisi apapun.
Pengertian unrestricted investment account menunjukkan bank secara bebas dapat melakukan investasi sepanjang tidak bertentangan dengan syariah sedang pada sisi yang lain terdapat restricted investment account yang menurut standar akuntansi bank syariah tidak dicatat sebagai bagian dari pasiva tetapi dicatat sebagai off balance sheets dengan disclosure berupa laporan khusus berbentuk laporan perubahan posisi dana investasi terbatas (bandingkan dengan dana kelolaan menurut versi BI dan SKAPI) sedang bentuk investasinya juga tidak dicatat sebagai aktiva produktif. Dalam hal ini bank memperoleh fee dan atau bagi hasil.
Isi dari laporan Laba – Rugi juga mencerminkan fungsi dari bank syariah yaitu dalam bentuk keuntungan penjualan (dari murabahah) bagi hasil (dari mudharabah dan musyarakah) pendapatan sewa (dari ijarah/leasing) dan pendapatan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan syariah dan bila terpaksa bank menerima pendapatan non syariah misalnya jasa giro dari bank konvensional maka harus dikeluarkan dan disalurkan untuk kepentingan sosial hal mana harus didisclose. Pada sisi beban tidak akan dijumpai beban dana bahkan bagi hasil tidak boleh diklasifikasi sebagai beban dalam pelaporan bank syariah tetapi harus di disclose secara jelas dasar bagi hasil yang digunakan sedang biaya operasional lainnya tidak berbeda dengan bank konvensional.
Pada dasarnya bank syariah juga menganut konsep akrual khususnya untuk beban sedang untuk pendapatan harus dilakukan secara hati-hati tergantung dari opini dewan syariah setempat apakah menggunakan dasar cash atau akrual. Penggunaan dasar kas mengacu pada prinsip kehati-hatian yang berlandaskan ajaran Islam yang mengatakan bahwa apa yang akan terjadi besuk adalah ghoib sehingga tidak seharusnya mengakui pendapatan (baca : rezeki ) sebelum nyata –nyata berbentuk aliran kas yang secara riil masuk ke bank (ingat prinsip yang digunakan BI sebelum adanya SKAPI yaitu cash basis ) .Pada standar akuntansi bank syariah seperti untuk tagihan murabahah keuntungan diakui pada saat akad ditandatangani jika masa kredit tidak melewati satu periode laporan keuangan sedang bila masa kredit melewati satu periode laporan keuangan baik dalam bentuk lumpsum maupun installment maka pengakuan pendapatan harus proporsional secara akrual kecuali dewan pengawas syariah menetapkan secara kas atau ketika angsuran/cicilan diterima.
Dari uraian diatas menunjukkan bahwa meskipun belum semua hal dapat terungkap tetapi sedikitnya memberikan gambaran bahwa perlu suatu paradigma baru dalm merancang aplikasi akuntansi untuk bank syariah sesuai dengan standar yang telah ada . Meskipun diskusi akademis masih terus berlangsung dalam rangka memperdalam dan memperkaya wacana pemikiran sistim ekonomi dan bisnis Islam maka sejalan dengan berlakunya undang –undang perbankan yang merupakan penyempurnaan undang –undang bank terdahulu maka sangat menggembirakan karena BI dapat mengadopsi standar tsb. bersama-sama dengan IAI sehingga terdapat pedoman yang standar bagi praktek perbankan syariah apalagi jika kemudian mulai bermunculan bank syariah baru baik dalam bentuk bank syariah atau cabang syariah dari bank konvensional.
Oleh: Ahmad Baraba (Konsultan Prasetio Utomo – Andersen Jakarta)

Pasar Modal Syariah dan Krisis Keuangan Global

Pasar Modal Syariah dan Krisis Keuangan Global

bursa efek indonesia 100819131932 Pasar Modal Syariah dan Krisis Keuangan GlobalKrisis kredit perumahan yang terjadi di AS sejak 2006 akhirnya secara cepat menjelma menjadi krisis keuangan global. Ini adalah krisis paling mutakhir yang melemahkan sendi-sendi perekonomian seluruh dunia. Krisis ini telah mempengaruhi banyak sektor ekonomi, terutama sektor perbankan dan pasar finansial. Kebangkrutan bank komersial maupun bank investasi ternama seperti Northen Rock dan Lehman Brother, serta perusahaan keuangan seperti Freddy Mac dan Fanny Mae, adalah bukti kedah-syatan krisis yang melAnda AS ini. Lebih jauh lagi, sejak Juli 2007 sampai Mei 2009, krisis global ini juga telah mempengaruhi pasar keuangan di AS. Kejatuhan Indeks Dow Jones sebesar 18 persen dalam satu minggu, merupakan kejatuhan terbesar selama periode tersebut. Pasar modal negara maju lainnya, seperti indek Nikei 225 dan FTSE 100, turun secara signifikan sebesar 24 persen dan 21 persen pada periode yang sama (Bloomberg Database, 2009).
Selain negara maju, pengaruh krisis keuangan global 2007 juga menyebar ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kapitalisasi pasar Jakarta Composite Index (JCI) atau Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) jatuh sebesar 54 persen pada 2008. Bahkan pasar modal Indonesia sempat menghentikan perdagangan setelah drop sebesar 10 persen dalam satu hari. Indeks harga pasar jatuh sebesar 10.38 persen ke posisi 1,451.669. Ini adalah posisi terendah sejak September 2006. Otoritas pasar modal Indonesia bahkan memutuskan untuk mensuspensi bursa mulai 8 Oktober 2009 hinggalO Oktober 2009.
Labih jauh lagi, pengaruh krisis tidak hanya dialami pasar modal konvensional, pasar modal syariah juga mengalami hal yang sama. Kapitalisasi pasar Jakarta Islamic Index (JII) jatuh sebesar 61 persen pada 2008, sedangkan indek harga pasar turun sebesar 22 persen selama periode yang sama. JII adalah index yang terdiri dari saham perusahaan yang jenis usaha dan aktifitasnya sesuai dengan ketentuan saham-saham syariah yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional MUI. Beberapa saringan yang dipersyaratkan, seperti rasio leverage, pendapatan bunga, dan pendapatan dari aktivitas non-halal, memungkinkan JII memiliki performa yang berbeda karena cenderung lebih tersegmentasi dibandingkan dengan pasar modal konvensional.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan jangka panjang antara pasar modal Indonesia dan pasar modal negara-negara maju sebelum dan pada masa krisis keuangan global 2007. Selanjutnya penelitian ini juga bertujuan untuk membandingkan daya tahan antara pasar modal konvensional dan syariah di Indonesia terhadap pengaruh krisis keuangan global 2007 (lihat artikel di bawah). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan ketahanan adalah kecepatan sebuah pasar saham untuk bangkit (recovery) kembali setelah mengalami penurunan pada saat krisis terjadi.
Data dan model estimasi
Karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan efek krisis keuangan global tahun 2007 terhadap pasar konvensional dan syariah di Indonesia, maka penelitian mengajukan dua model hubungan antara pasar saham Indonesia, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Model-model tersebut secara sederhana dapat dinyatakan sebagai berikutdi mana uq is intercept, IDj, USj, JP, and UKj mengindikasikan indeks saham dari Indonesia, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris. Sedangkan IDIj, USI;, JPI; and UKIj mengindikasikan indeks saham syariah dari Indonesia, Amerika Serikat, Jepang dan Inggris.
Penelitian ini menggunakan data harga penutupan saham mingguan mulai dari
September 2005-Mei 2009. Semua indeks ini terdenominasi berdasarkan mata uang lokal dan di unduh dari Bloomberg Database. Selanjutnya semua data tersebut ditransfor-masi ke dalam bentuk natural logarithm. Mengingat penelitian ini bertujuan untuk melihat dampak dari krisis keuangan global tahun 2007 terhadap pasar saham Indonesia, kita membagi periode analisis menjadi dua periode, yaitu periode sebelum krisis dan selama masa krisis.
Mengutip Dungey et al. (2008) yang menyebutkan titik awal dari krisis keuangan tahun 2007 adalah pada tanggal 26 Juli, 2007, studi ini menggunakan data dari 30 September 2005 sampai dengan 27 Juli 2007 sebagai periode pra-krisis dan 3 Agustus 2007 sampai 29 Mei 2009 sebagai periode selama krisis. Pengelompokan data ini diharapkan dapat memberikan jawaban apakah pasar saham syariah memiliki ketahanan lebih selama krisis keuangan global tahun 2007 dibandingkan dengan pasar saham konvensional.
Penelitian ini menggunakan Autore-gressive Distributed Lag (ARDL) Bound Testing Approach to Cointergation untuk melihat hubungan jangka panjang harga saham di Indonesia dengan beberapa negara maju, Error Correction Model (ECM) yang merepresentasikan kecepatan model untuk kembali ke level ekuilibrium apabila terjadi ketidak stabilan atau shock, dan Impulse Respons Function (IRF) untuk melihat respon yang timbul dari suatu variabel atas shock yang terjadi dari variabel lain.
Hubungan antar pasar
Terkait dengan pasar modal konvensional, output ARDL pada Tabel 1 menunjukkan bahwa semua pasar modal negara maju memiliki pengaruh jangka panjang terhadap pasar modal Indonesia selama periode krisis. AS memiliki hubungan negatif, sementara Jepang dan UK memiliki hubungan yang positif. Menurut Ibrahim (2003) koefisien negatif menunjukkan bahwa antara kedua pasar tersebut terjadi saling kompetisi, sementara koefisien yang positif berarti di antara kedua pasar tersebut terjadi saling melengkapi secara alamiah.
Faktor finansial memiliki kontribusi terhadap hubungan harga pasar antara beberapa negara, pengaruh persepsi investor dimungkinkan lebih dominan dalam faktor finansial tersebut (Ibrahim, 2003). Investor akan memobilisasi dananya ke pasar yang menjanjikan tingkat pengembalian lebih tinggi. Sejalan dengan krisis 2007, investor menganggap AS sebagai suatu pasar, sedangkan Indonesia, Jepang dan Inggris sebagai pasar alternatif. Sehingga, dengan terjadinya krisis di AS, investor memindahkan dana investasinya ke negara-negara alternatif tersebut untuk menghindari kerugian yang lebih besar. Akibatnya, penurunan harga saham di AS akan menyababkan perpindahan dana ke pasar saham Indonesia, Jepang, dan Inggris. Itulah mengapa hubungan antara saham Indonesia dan AS adalah negatif, sementara hubungan antara Indonesia-Jepang dan Indonesia-Inggris adalah positif.
Terkait dengan pasar modal syariah, output ARDL menunjukkan hanya AS dan Inggris yang memiliki pengaruh jangka panjang terhadap pasar modal Indonesia selama periode krisis. Pasar modal syariah AS memiliki hubungan negatif terhadap pasar modal syariah Indonesia. Kenaikan harga saham pada pasar modal syariah di AS akan membuat harga saham di pasar Indonesia mengalami penurunan, dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa pasar saham syariah AS adalah kompetitor bagi pasar saham syariah Indonesia.
Sementara itu, pasar saham syariah Inggris memiliki hubungan positif dengan pasar modal Indonesia, sehingga kenaikan harga saham di pasar modal syariah Inggris akan juga diikuti oleh kenaikan harga saham di pasar modal syariah Indonesia. Ini menunjukkan bahwa Inggris adalah pasar komplementer bagi Indonesia. Hasil tersebut adalah wajar mengingat indeks pasar modal syariah saat ini masih menjadi bagian dari dual system pasar modal.
Sumber : EkonomiIslami.WordPress.com

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons